Oleh : Wargo, Simpatisan PKS
Melalui tulisan ini kami
bermaksud memberi keterangan-keterangan dan pemahaman – pemahaman,
sejauh pengetahuan kami dan sekemampuan pemikiran kami. Tentang dimensi
dan letak putusan Syuro DPTW PKS Jawa Tengah dan DPTD PKS Kabupaten
Tegal tentang PAW pada dapil 6 ( Kecamatan Kramat, Suradadi, Warureja ).
Yang sampai tulisan ini disusun belum terealisasi malah hanya jadi
bahan perdebatan semata.
Putusan Syuro tentang PAW tersebut
mestinya sudah lama direalisasikan. Sementara amanat itu mulur
direalisasikan yang seharusnya terjadi pada tanggal 27 Agustus 2011
kemarin ( hal ini sesuai dengan pernyataan
Mushtofa, S.Pdi – Ketua DSD pada waktu itu- menanggapi pertanyaan tentang maksud dari kata 2 tahun beliau menjelaskan bahwa “
Dua tahun itu ya terhitung dari pelantikan DPRD (Pelantikan DPRD Kab. Tegal Tgl. 27 Agustus 2009-Red) oh Ustad mardi “ dan juga pernyataan dari
Araf Hakim – Sekretaris DPD pada waktu itu – “
2 tahun itu waktu maksimal, bisa jadi kurang tergantung raport saudara bakhrun”-
). Padahal kami pandang putusan syuro tersebut adalah amanat yang
agung, karena terlahir dari tahta yang tinggi, yaitu Syuro DPTW dan DPTD
.
Kami lihat banyak fakta yang mengganggu realisasi PAW,
diantaranya adalah : Lemahnya apresiasi oleh sebagian pihak terhadap
terhadap amanat tersebut, Tidak proporsionalnya pemaknaan tentang amanat
itu oleh pihak-pihak terkait. Beda pandangan soal letak dan sejarah
amanat itu diterbitkan. Dan banyak hal lainnya.
Tulisan ini bukan
bermaksud menghakimi, menggurui atau mengerasi siapapun, karena
sejatinya semua itu tidak ada yang patut. Jawabannya sangat sederhana,
kita semua harus hormat, patuh, tunduk dan melaksanakan amanat yang
agung tersebut. Tidak boleh ada yang membangkang atau melakukan
pembangkangan.
Terbitnya putusan tentang amanat PAW tersebut
berawal dari adanya Laporan Simpatisan PKS pendukung Caleg Sumardi,
S.PdI kepada Panwaslu tentang adanya praktek politik uang yang dilakukan
oleh Kubu Caleg Bakhrun, SH dan ditembuskan kepada DPD PKS kabupaten
Tegal pada tanggal
8 April 2009 sehari sebelum pelaksanaan Pemilu Legeslatif tanggal 9 april 2009.
Kemudian
DPD bersikap dan mengajak dialog dengan sipelapor untuk menyelesaikan
masalah praktek politik uang tersebut di internal partai saja. Tarik
menarik yang alot antara sipelapor dengan DPD akhirnya membuahkan hasil.
Yaitu laporan politik uang tersebut dicabut dari panwaslu, hanya dengan
komitmen masalah tersebut untuk diselesaikan di internal partai.
Pencabutan laporan tersebut di panwaslu terjadi pada malam hari
menjelang besok pagi laporan itu akan disidangkan.
Untuk memenuhi
janjinya menyelesaikan praktek politik uang di internal partai. DPD
membentuk tim kerja yang bertugas menyelesaikan praktik politik uang
tersebut. Secara pasti kami tidak mengetahui bagaimana cara kerja dan
sistem kerjanya. Tapi yang jelas tim itu bekerja diantaranya melakukan
investigasi. Dan pada tanggal 21 April 2009 terbitlah sebuah keputusan
besar yang mengamanatkan
PAW untuk Anggota Dewan F-PKS dari Dapil 6.
Putusan
PAW tersebut mengamanatkan satu periode dewan dengan komposisi : 2
tahun untuk Bahrun SH , 2 tahun untuk Sumardi S.Pdi , dan 1 tahun untuk
Toto Waryanto . Putusan itu cukup jelas dan terang . Mengutip ucapan
Wahidin – Ketua MPD saat itu - saat membacakan putusan ,”
karena kalian semua bersalah , maka kami hukum , Bahrun SH 2 tahun , Sumardi Spdi 2 tahun , dan Toto Waryanto 1 tahun .” kurang lebih demikian perkataan beliau. Dan putusan tersebut berhasil menawarkan suasana kisruh saat itu.
Mendekati
dua tahun kemudian, simpatisan yang juga mendengar adanya putusan
tentang PAW tersebut datang ke DPD menanyakan hal ihwal realisasi PAW.
Tepatnya bulan Juli, 2 bulan mendekati deadline dua tahun pertama masa
kerja anggota DPRD sesuai yang di komposisikan / di atur amanat partai
tersebut.
Sampai 5 bulan berjalan. Juli , Agustus , September ,
Oktober , Nopember . Dialog antara simpatisan dan DPD ternyata nihil
tidak ada kejelasan soal realisasi PAW. Sementara pada Tanggal 8 Agustus
2011 Sumardi,S.PdI telah datang di Kantor DPD memenuhi undangan untuk
klarifikasi tentang Putusan PAW. Dalam pertemuan tertutup itu yang
terjadi hanya perdebatan. Padahal Amar Syamsi, Lc dalam pertemuan
tertutup itu sempat memberi kesaksian dan membenarkan adanya perkataan
Wahidin dulu saat membacakan putusan :
“ ya, Saya juga mendengar perkataan tersebut. “
kesaksiaannya. Hingga akhirnya pada 1 Desember 2011, simpatisan
melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPD PKS kabupaten tegal menuntut
realisasi PAW yang sudah mundur 3 bulan.
Barangkali seandainya DPD
punya integritas yang kuat dan kedaulatan yang jelas. Amanat PAW bisa
di realisasikan tanpa harus mundur. Karena tidak perlu melayani
perdebatan dari pihak manapun. Sebab tidak logis dan tidak rasional
sebuah putusan atau amanat yang agung di perdebatkan. Mestinya tinggal
di laksanakan saja.
Amanat PAW itu bukan putusan yang murahan dan
bukan pula putusan yang rendahan. Tapi putusan itu adalah putusan yang
tinggi dan matang. Sebab putusan itu bukan hasil pikiran satu orang
saja. Tetapi putusan itu di ambil melibatkan banyak orang yaitu Pengurus
dari DPTW Jawa Tengah maupun pengurus DPTD Kabupaten Tegal lengkap.
( yang hadir adalah Arif A.,SH,M.Hum –Ketua DSW 2004-2009-, Drs.Fikri F.MM-Ketua MPW 2004-2009-, Amar S.Lc – Anggota DSW 2004-2009-,Araf H.-Sekretaris DPD 2004-2009, Arif B. – Bendahara DPD 2004-2009-, Wahidin –Ketua MPD 2004-2009-,Musthofa,S.PdI-Ketua DSD 2004-2009, Amirudin J – Ketua Kaderisasi DPD 2004-2009, Nur’alim – pengurus DPD/Aleg PKS Dapil 6 2004-2009).
Bukan
pula putusan yang tergesa – gesa. Sehari atau dua hari di putuskan.
Tapi memakan waktu yang lama hampir setengah bulan. Juga ada tim khusus
yang mengerjakan masalah itu. Tim itu memberi kajian, mengivestigasi dan
sebagainya tentang hal – hal yang di perlukan.
Sementara hanya
perdebatan yang terjadi. Amanat PAW gagal di laksanakan tepat waktu.
Soal pelaporan simpatisan di PANWASLU dulu tidak luput jadi bahan
perdebatan. Dianggap keliru dengan dalih harusnya praktek politik uang
di selesaikan di internal partai saja jangan di PANWASLU. Benar laporan
simpatisan di PANWASLU telah di cabut.
Padahal pelaporan
kecurangan pemilu di PANWASLU adalah instruksi langsung dari Rakwid SE
bersama Toto Waryanto yang notabene Ketua DPD sekaligus Caleg Dapil 6.
Kepada Sumardi Spdi lima hari menjelang pelaksanaan pemilu. Ketika itu
dengan penuh ketegasan Rakwid,SE mengatakan “
Pak, jika ada politik uang laporkan saja ke PANWASLU !, kemudian Sumardi,S,PdI bertanya : “
kalau dari caleg PKS gimana ?, Rakwid SE menjawab : “
Hatta dari PKS, laporkan saja “. dan Toto Waryanto pun mengiyakannya :
Cukup keliru pandangan Musthofa SPdi. selaku Ketua DPD sekarang yang berstatemen pada beberapa Media Massa :
Ketua
DPD PKS Kabupaten Tegal, Mustofa Samlan menjelaskan, Sumardi yang
mendapatkan nomor urut 8 melaporkan Bahrun ke DPD dengan tuduhan politik
uang (money politics).
“Mungkin,karena merasa suaranya kalah dengan Bahrun sehingga melakukan upaya itu,”terangnya ( Harian SINDO - Jum’at, 2 Desember 2011 )
Sementara
itu, Ketua DPD PKS Kabupaten Tegal, Mustofa menjelaskan, persoalan itu
muncul setelah turunnya keputusan mahkamah konstitusi ( MK ) terkait
dengan calon jadi ditentukan oleh suara terbanyak .
Turunnya
keputusan tersebut menjelang pemilihan Legeslatif. Sumardi yang
mendapatkan nomor urut 8 melaporkan Bahrun ke DPD dengan tuduhan politik
uang (money politics).
“Mungkin,karena merasa suaranya kalah dengan Bahrun sehingga melakukan upaya itu,”paparnya (
Harian Suara Merdeka – Jum’at, 2 Desember 2011 )
Perlu di luruskan bahwa pelaporan politik uang itu terjadi satu hari sebelum di selenggarakan pemilu .
Yaitu Tanggal 8 April 2009, sementara pemilu tanggal 9 April 2009 . Jadi tidak benar Musthofa, S.Pdi mendahului hasil pemilu menang atau kalah.
Perdebatan
lainnya adalah menyoal putusan PAW. Oleh sebagian pengurus partai,
mereka melihat bahwa putusan itu adalah putusan sepihak. Alasannya dari 3
calon anggota PAW ada yang tidak melampirkan tanda tangan. Perlu di
jelaskan di sini bahwa putusan itu di keluarkan oleh DPTW Jawa Tengah
dan DPTD kabupaten Tegal berarti putusan itu milik partai dan bersifat
tetap dan mengikat.
Kalau Bahrun SH tidak melampirkan tanda tangan berarti itu sebuah pembangkangan. Dan kita harus bisa melihat itu
pembangkangan.
Ust. Amar Syamsi pun memberikan garansi pada pertemuan 21 April 2011 saat terbitnya putusan, yaitu :
“jika antum (Sumardi,S.Pdi dan Bakhrun,SH-red) tunduk dan patuh
terhadap putusan ini, kami DPTW dan DPTD akan melindungi antum dari
kemungkinan-kemungkinan usul dari pihak lain”
Jadi,
pembangkangan itu jangan dipandang sebuah kebenaran. Apalagi
pembangkangan itu bisa menggugurkan putusan partai . Sebab itu keputusan
partai dan milik partai yang bersifat mengikat. Dimana semua anggota
atau kader harus tunduk dan patuh .
Bukan perjanjian antara Bahrun SH, Sumardi Spdi dan Toto Waryanto yang menjadi batal karena Bahrun SH tidak mau tanda tangan.
Sementara
Sumardi Spdi yang hormat, patuh dan tunduk pada putusan dengan bukti
melampirkan tanda tangan pada putusan itu tidak dibela. Kehadiran
Sumardi,S.Pdi ketika menyerahkan Baiat Amal tersebut adalah instruksi
dari DPD pada waktu itu dalam telpon
Arif Hakim mengatakan : “
ahsan , antum menyerahkan lampiran Baiat amal tersebut tad !” kemudian
Sumardi,S.Pdi menjawab : “
Lah Bakhrun gimana tad, sudah menyerahkan belum tad? “, dijawab oleh
Araf Hakim : “
Kalau
antum menyerahkan Lampiran Baiat Amal tersebut dengan ditandatangani
bermaterai Rp.6.000,-, berarti antum tunduk dan patuh pada hasil syuro
partai, sementara bila Bahrun tidak menyerahkan berarti itu merupakan
Raport Merah Bahrun“. Jadi aneh jika sebuah ketundukan Malah di
kalahkan oleh pembangkang Bahrun SH dengan persepsi pengurus bahwa
putusan itu adalah putusan sepihak. berarti pengurus tidak bisa melihat
bahwa
perilaku Bahrun SH adalah sebuah pembangkangan yang harus di hentikan bahkan harus di beri sanksi. wajar saja Sumardi Spdi menjadi terheran-heran dan tidak habis pikir dengan pandangan beberapa ‘pengurus’ DPD.
Apalagi
Bahrun SH beberapa kali melakukan tindakan pembangkangan. Diantaranya
dulu, waktu proses penyusunan Daftar Calon Tetap ( DCT ). Bahrun SH
melakukan pembangkangan terhadap putusan partai dengan tidak mau
menandatangani DCT tersebut. Karena ingin di nomor urut 2, bukan di
nomor urut 4. Bahkan DPD sampai mendatangi rumahnya untuk menasehati,
meminta, dan kalo boleh di katakan di sini untuk ‘menyembah’ Bahrun SH
agar bersedia menandatangi DCT. Pun gagal tidak berhasil mendapat tanda
tangan. Bahkan sebelum pergi salah seorang pengurus DPD berkata pada
Bahrun :
“ Oke pak bahrun, jika anda tidak menandatangani DCT ini maka kami akan menghapus nama anda dari DCT ”. Baru pagi harinya Bahrun datang ke DPD dan menandatanganinya. Pembangkangan atau Kepatuhan ?
Perlu
pendewasaan segera untuk DPD. Barangkali aksi unjuk rasa simpatisan di
kantor DPD tanggal 1 Desember lalu di pandang sebuah pemberontakan.
Sebab kalo kita sitir SMS Musthofa Spdi Ketua DPD yang di kirim kepada
Sumardi Spdi mengatakan :
“Bagi ana unjuk rasa itu tidak masalah “ . Unjuk rasa adalah konstitusional apalagi berjalan tertib .
Apalagi
barangkali unjuk rasa di jadikan bahan perdebatan baru untuk mengerasi
Sumardi Spdi. Adalah sikap tergesa – gesa DPD. Itu bisa di kutip dari
ucapan Wahidin yang di tanya seputar PAW lewat HP oleh salah satu
simpatisan ,”
Tidak ada PAW. Bahkan Toto Waryanto mencabut lampiran tandatangannya ( Baiat Amal ) dari putusan syuro setelah ada demo,”
tapi setelah dikroscek kepada yang bersangkutan (Toto Waryanto-red)
belum pernah diajak bicara perihal putusan tersebut oleh DPD.
Melihat
kenyataan demikian. Ternyata perongrongan dan pembangkangan terhadap
partai masih terus berjalan. Harus segera di hentikan jangan di biarkan.
Dan oknum perongrong dan pembangkang partai harus di pecat, di hentikan
atau recall. Baik oknum yang berada di level pengurus maupun yang
berada di level dewan. Itu untuk menjaga integritas dan kedaulatan
partai.
Tidak perlu takut.
Kita bisa mengambil
contoh kecil dari PKB. Bagaimana keputusan partai di rongrong dan di
bangkang lyli wahid. Dengan tegas partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu
memecat Lyli Wahid. Padahal kalau kita takar, kapasitas Lyli Wahid
adalah pendiri partai tersebut. Tapi demi menjaga kedaulatan partai,
pembangkang harus di singkirkan.
Memang
benar, pemecatan itu di mejahijaukan. Karena Lyli Wahid tidak menerima
pemecatan atas dirinya. Tapi apa yang terjadi? Semua tingkat pengadilan
mementahkan gugatan Lyli Wahid bahkan sampai tingkat kasasi. Mari kita
klik berita di kompas.com tanggal 2 November 2011 yang merilis berita
bertajuk.”MA tolak kasasi Lyli Wahid.” Alasan penolakan Majelis hakim
tersebut menganggap gugatan yang diajukan dua mantan anggota DPR dari
Fraksi PKB (Lyli Wahid dan Gus Choi-Red) ini
masih prematur karena masih wewenang internal PKB.
Tanpa
harus ada ketakutan yang tak beralasan. Bahwa segala jenis tindakan
yang merongrong dan membangkang keputusan partai harus di singkirkan.
Bukan kita kejam atau brutal ,
tapi justru dengan di laksanakan PAW itu tidak ada pihak yang terdzolimi .
Demikian
sudut pandang kami tentang putusan Syuro PKS yang sejatinya adalah
benar dan tidak sepihak. Kita semua anggota dan kader harus mengawal,
mengamankan, dan melaksanakan dengan baik. semoga tulisan ini bukan
fitnah tapi mengandung hikmah. Amin..